Sebuah Ujung di Pinggir Jurang

Ada satu alasan aku menyusuri jalan ini, begitu juga ada sebuah alasan aku menemukanmu. 

Bukan tentang siapa yang memulai tapi tentang siapa yang pergi. 

AKU - dalang semua malapetaka ini. 


Kesombongan yang berakhir penyesalan. Betapa angkuhnya aku ketika itu, sesumbar "aku bisa tanpamu" dan membuang semua, meninggalkan luka padamu. ini bukan hanya menyoal luka, tapi trauma yang tertinggal. Kalimat "aku mencintaimu" sudah seperti makanan basi di tong sampah -Menjijikkan. Iya aku tau itu tidak perlu kamu jelaskan lagi.

Pelajaran yang tak akan aku lupakan selamanya, yang menjadikan aku orang paling tau arti kehilangan. Apalah aku, gelas tanpa isi. Kamu dengan sabar mengisinya pelan-pelan dan menjadikanku penuh arti. Kamu sekarang berdiri di pintu gerbang hutan belantara yang daunnya rimbun dengan akar-akar kecil bergelayutan disela-sela pepohonan. Kamu tahu, aku ingin menemanimu memasukinya. Aku ingin tahu reaksimu ketika kamu bertemu ular, aku ingin tau bagaimana sikapmu saat terperosok kedalam jurang di pinggir anak sungai. Aku ingin, tapi kamu bilang aku tidak bisa. Bukan aku yang ingin kau gandeng menyusuri hutan itu. 

Aku, kau tinggal di gerbang. 

Batu kerikil yang menyandung kita di pertigaan ini, membuat kakiku berdarah parah, aku tidak bisa, ah bukan, aku tidak mau lagi menemanimu berlajan. Aku bilang semua salahmu, aku terjatuh karenamu, aku menderita karenamu. 

Aku.... mengursirmu.

Kamu terus berjalan dengan kaki yang terluka, sesekali kulihat kamu terseok-seok. Tak jarang aku melihat kamu menangis kesakitan. Aku diam saja, melihatmu berjalan menjauh. Tak kusadari aku masih terduduk ditempat yang sama sambil melihat kamu mulai pulih dan bersiap memasuki hutan itu. Aku juga melihat perempuan menghampirimu dan kamu menggandengnya. 

"Diakah yang akan menemanimu memasuki hutan itu?" gumamku.

"Diakah yang akan menyembuhkan lukamu karenaku?" tanyaku

"Diakah, jawaban doaku pada Tuhan. Diakah yg mungkin bisa membahagiakanmu? Tuhan, doaku terkabul lantas kenapa hati ini merasa sakit? dimanakah letak kesalahan tatanan ini?" butiran air mata ini mulai tertahan di pelupuk mataku.  


Dulu aku selalu bilang "diujung jalan ini aku menunggumu"

tapi aku menyerah, 

kalah,

aku telah sampai pada sebuah ujung di pinggir jurangku sendiri. 

Aku selesai. 

Kini aku akui, aku egois.

"Selamat Ulang Tahun"

Aku pamit
i let you go, please be happy

You Might Also Like

0 komentar