Personal: Banjarsari
Aku hidup di desa itu selama kurang lebih 12 tahun. Desa dimana ibuku berada. Desa dimana aku tumbuh semrawutan tanpa arah dan tujuan, namun desa yang membuatku bersyukur untuk semua rintangannya. Desaku itu terletak dekat dengan kota namun begitu sulit untuk menjangkaunya. Harus menyeberangi sungai sebagai jalan pintas, atau mengitari bukit yang sanagat jauh jika menggunakan sepeda ontelku yang tak memiliki rem. Jatuh di bukit? sudah biasa. tersesat di tengah makam sekeliling bukit? pernah juga. dikejar orang gila yang tersesat di bukit? emmm pernah, sampai rasanya jantungku mau copot gara-gara berlari kencang dan sepedaku tak tinggalin!! haha aneh-aneh cerita di bukit itu. mungkin itu sebabnya ibuku melarangku melewati bukit itu.
Bukit dan sungai. Bukankah desaku terdengar indah? tapi ceritanya belum sampai disini. Sungai legendari Bengawan Solo. Airnya tenang tapi menghanyutkan. Anak-anak di desa kami harus menyeberangi sungai atau mendaki bukit untuk bisa ke kota mengenyam pendidikan. Kami berkoloni mirip rombongan sapi ketika berangkat sekolah, entah lewat bukit ataupun sungai. Ketika sungai meluap otomatis kami melewati bukit. Tapi lain halnya denganku. Muter segitu jauhnya dengan sepeda tanpa rem? ogah. apapun keadaan sungaiku tercinta, aku tetap menggunakan jasa penyebrangan sungai (alias perahu) yang sangat aku sukai. Kejebur sungai saat berangkat sekolah? gak kaget. Kenter (dalam bahasa indonesia disebut kebawa arus sungai) sampai ke desa tetangga juga pernah. Renang nyebrangi sungai? bisa. Sungaiku yang Loveable, dia banyak cerita dan ngangenin.
Pagi itu (aku masih SMP) hari upacara bendera. Hari SENIN! UPACARA! dan aku... KESIANGAN! harus memutar otak untuk bisa ke sekolah dengan cepat. Muter bukit? Muastahil. butuh waktu setengah jam atau 45 menit. cara satu-satunya adalah menyebrang sungai. hanya 15 menit. tanpa menghiraukan air sungai yang meluap banjir, aku tetap menggunakan jasa penyebrangan legendaris. Waktu itu overload penumpang, alhasil, perahu kita... Khanyut kebawa air. oh No! dan yang paling konyol adalah kita tersangkut oleh pepohonan pinggir sungai. ketabrak tabrak pepohonan hijau yang membuat baju putihku menjadi hijau coklat berdegradasi gak jelas. dan perahu kita tetap kebawa arus sungai tak mau berhenti sambil menabrak-nabrak pohon (entah pohon apa saja yang kita tabrak). pada akhirnya, perahu kita berhenti pada Pohon besar mirip Beringin tapi GJ itu pohon apa. dan kita dipersilakan turun. betapa bahagianya hatiku terlepas dari mini titanik mengerikan itu. ketika sampai di daratan, aku melihat sekeliling, dan What? aku sampai di negera mana ini? apa ini negara Api? hahaha alay. aku terdampar gak tau kemana. dan yang pasti tempat itu jauh dari sekolahku. *berfikir keras, berfikir cerdas. waktu menunjukkan pukul 07.30 oke fix aku telat. dengan bertanya kesana kemari mengenai jalan. akhirnya aku sampai di sekolah pukul 08.00 dan aku di hukum. pastilah ya telat banget jam segitu. Alasan apapun tidak diterima oleh guru BP ku, bu Utami tercinta (yang mematahkan kemoceng baru kelasku karena digunakan untuk memukuli murid yang bandel -____-)
Hari itu aku jadi Artis dadakan. semua mata tertuju padaku yang mengenakan baju bercorak sendirian. Hijau daun, Hijau lumut, Hijau botol, plus Coklat tak beraturan. OMG rasanya aku pengen sembunyi entah di dunia apa, malu banget. Its oke, aku senyumin aja semua pertanyaan yang merontokkan hatiku. Ngenes? iyalah. tapi aku bahagia. bagiku perjalanan pagi itu... SERU :D
itu cerita sungaiku yang pertama. Sungaiku masih memendam cerita lainnya. Tiap tahun desaku langganan banjir. jadi cerita mengenai perperahunan masih banyak. waktu itu ada orang yang menurutku kurang kerjaan foto-foto di pinggir sungai sambil meliha kami (pelajar desa) berangkat sekolah. Eh waktu kami sampai di tepi sungai dan mengangkat sepeda untuk meninggalkan perahu, tiba tiba orang itu memotret kami. ya udah aku senyumin aja.
beberapa hari kemudian
banyak orang yang mengenalku. mereka bertanya-tanya tentangku. ternyata orang kurang kerjaan yang aku sebutkan tadi adalah seorang WARTAWAN koran. Wajahku muncul di halaman pertama koran dengan judul (kurang lebih)
"Anak-anak desa Banjarsari Mempertaruhkan Nyawa untuk Mengenyam Pendidikan"
dan wajahku dengan tanpa dosanya tersenyum, Ya Allah. satu desa heboh, satu sekolah heboh (waktu itu aku kelas 1 SMK). aku diledekin guruku terus waktu disekolah. haduh.. iso isone. Wajahku disana bukan seperti veteran tapi jatuhnya malah kayak maling sepeda gitu. sambil nenteng sepeda GJ dan senyum tanpa dosa. Nggaplek'i sumpah.
*to be continued
0 komentar